Welcome to Muslimah's Blog!

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِوَبَرَكَاتُهُ
Hanya tulisan sederhana untuk sekedar Sharing termasuk untuk para muslimah Perindu surgaNya.. yang terus bertahan mengenakan pakaian syar'imu, semoga selalu istiqomah dalam menyebar kebaikan, Muslimah, lakukanlah hal-hal yang memang seharusnya kau lakukan.. Oke I hope you enjoy this blog and happy reading !! :)
Cute Bow Tie Hearts Blinking Blue and Pink Pointer

Nikmatnya menuntut Ilmu :)


بسم الله الرحمن الرحيم




Seseorang yang mempelajari ilmu syar’i akan mendapatkan keutamaan yang tidak diperoleh oleh orang yang tidak mempelajarinya. Oleh karena itu, Allah membedakan ‘nilai’ seorang hamba berdasarkan ilmu. Ada banyak keutamaan yang dapat diperoleh oleh para penuntut ilmu syar’i, namun penulis akan menguraikan beberapa keutamaan di antaranya adalah:
Pertama, Allah Ta’ala akan mengangkat derajatnya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
… يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَتٍۗ … ۝
Artinya: “… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Qs. Al-Mujadilah: 11)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan mengangkat derajat orang yang berilmu dan beriman karena mereka berhak mendapatkannya. Huruf al (ال ) dalam kata al-‘ilm (العلم ) pada ayat di atas menunjukkan ahdiyyah atau pengkhususan terhadap satu jenis ilmu, bukan menunjukkan jinsiyyah atau keumuman atas semua jenis ilmu, karena yang mendapatkan hak untuk dinaikkan derajatnya oleh Allah hanyalah orang yang memiliki ilmu syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bukan mencakup pada semua jenis ilmu. [Lihat Bahjatun Nazhirin (II/462-463) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/285)]
Disebutkan pula bahwa pernah ada seseorang yang lehernya cacat, sehingga dia selalu menjadi bahan ejekan orang-orang disekitarnya. Kemudian ibunya berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu, niscaya Allah akan mengangkat derajatmu.”
Lalu orang tersebut menuntut ilmu syar’i sampai dia menjadi seorang yang ‘alim (pandai), sehingga dia diangkat menjadi Hakim di Mekah selama 20 tahun. Dan jika ada seseorang yang memiliki perkara duduk dihadapannya, gemetarlah seluruh tubuhnya sampai dia berdiri. [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 26) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 33)]
Kedua, Allah Ta’ala menjadikan kebaikan untuknya, sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْـرًا يُـفَـقِـهْهُ فِي الدِّيْنِ .
Artinya: “Barang siapa yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah, Dia akan menjadikannya mengerti tentang (urusan) agamanya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 71, 3116, 7312), Muslim (no. 1037), Ahmad (IV/92, 95, 96), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/122-123, no. 84), dari Mu’awiyah bin Abi Sufyanradhiyallahu’anhu]
Hadits di atas menyebutkan tentang keutamaan mempelajari ilmu syar’i dibandingkan ilmu-ilmu lainnya. Dan ini juga menunjukkan bahwa orang yang tidak diberikan pemahaman dalam agamanya adalah orang yang tidak dikehendaki kebaikannya oleh Allah. Sebaliknya orang yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah maka Dia memberikannya pemahaman dalam agamanya. [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 49), Bahjatun Nazhirin (II/463), Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 36) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/ 286)]
Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah pernah berkata, “Kebaikan di dunia adalah rizki yang baik dan ilmu, sedangkan kebaikan di akhirat adalah Surga.” [Lihat Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/230) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 39)]
Ketiga, orang yang menuntut ilmu syar’i dan memiliki ilmu syar’i dikecualikan dari laknat Allah, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat,
أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَـا مَلْعُوْنَةٌ مَلْعُوْنٌ مَـافِيْـهَـا إِلاَّ ذِكْرُ اللهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَـلِّـمٌ .
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim, dan seorang yang menuntut ilmu.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Tirmidzi (no. 2322), Ibnu Majah (no. 4112), Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (no. 1708), Ibnu Abi ‘Ashim dalam Az-Zuhd (no. 57), dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/150, no. 135), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Hadits di atas menyebutkan tentang keutamaan ilmu syar’i, orang-orang yang berilmu, dan orang-orang yang menuntutnya. Dalam proses menuntut ilmu syar’i, manusia terbagi menjadi dua, yaitu orang yang ‘alim sebagai pengajar dan orang yang menuntutnya (pelajar). Keduanya berada di atas jalan yang lurus dan selamat. [LihatBahjatun Nazhirin (I/542-543) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (II/307)]
Keempat, orang yang menuntut ilmu syar’i diibaratkan seperti seorang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَنْ دَخَـلَ مَـسْجِـدَنَا هَـذَا لِيَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْلِيُعَلِّمَهُ كَانَ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْل اللهِ، وَمَنْ دَخَـلَهُ لِغَيْرِ ذَلِكَ كَانَ كَالنَّاظِرِ إِلَى مَالَيْسَ لَهُ .
Artinya: “Barang siapa yang memasuki masjid kami ini (masjid Nabawi) dengan tujuan untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, dia ibarat seorang yang berjihad di jalan Allah. Dan barang siapa yang memasukinya dengan tujuan selain itu, dia ibarat orang yang sedang melihat sesuatu yang bukan miliknya.”[Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad (II/350, 526-527), Ibnu Majah (no. 227), Ibnu Hibban (no. 87-At-Ta’liqat), Ibnu Abi Syaibah (no. 3306), dan Al-Hakim (I/91), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Abud Darda radhiyallahu’anhu pernah berkata, “Barang siapa yang berpendapat bahwa perginya seseorang untuk menuntut ilmu itu tidak termasuk jihad, sungguh, dia kurang akalnya.” [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 145) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 45)]
Berjihad dengan hujjah (dalil) dan keterangan lebih didahulukan dari pada jihad dengan pedang dan tombak. Sebagaimana Allah Ta’ala pernah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar berjihad dengan Al-Qur’an untuk melawan orang-orang kafir, seperti disebutkan dalam firman-Nya,
فَـلاَ تَطِعِ الْكَـفِـرِيْنَ وَجَـهِـدْ هُمْ بِهِ جِهَـادًا كَبِيْرًا ۝
Artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah kepada mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar.” (Qs. Al-Furqan: 52)
Kelima, orang yang menuntut ilmu syar’i akan dimudahkan jalannya menuju Surga, dimohonkan ampun oleh penduduk langit dan bumi, serta dinaungi oleh sayap-sayap para Malaikat. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ سَلَكَ طَرِيْـقًـا يَبْـتَغِي فِيْهِ عِلْمًا سَهَّـلَ اللهُ لَهُ طَرِيْـقًـا إِلَى الْجَنَّـةِ، وَإِنَّ الْمَـلاَئِـكَةَ لَتَضَعُ أَجْـنِحَـتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَـسْـتَغْـفِـرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَـا وَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ حَتَّى الْحِـيْتَـانُ فِي الْمَـاءِ .
Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya para Malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha atas apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang berada di dalam air.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3641), Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), Ahmad (V/196), Ad-Darimi (I/98), Ibnu Hibban (88 – Al-Ihsan dan 80 – Al-Mawarid), Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/275-276, no. 129), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/174 ,no. 173), dan Ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar (I/429), dari Abud Darda’radhiyallahu’anhu]
Kalimat “jalan untuk menuntut ilmu” mengandung dua makna, yaitu: pertama, menempuh jalan untuk menuntut ilmu dalam artian yang sebenarnya, seperti berjalan kaki menuju majelis-majelis ilmu. Kedua,menempuh jalan atau cara yang dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh ilmu syar’i, seperti membaca, menghapal, menela’ah, dan sebagainya.
Sedangkan kalimat “Allah memudahkan jalannya menuju Surga” mengandung dua makna juga, yaitu pertama,Allah akan memudahkan orang yang menuntut ilmu semata-mata karena mencari keridhaan Allah, mengambil manfaat, dan mengamalkannya, untuk memasuki Surga-Nya. Dan kedua, Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga ketika melewati titian ash-shirathal mustaqim pada hari Kiamat dan memudahkannya dari berbagai kengerian pada sebelum dan sesudahnya. [Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (II/297, Qawa’id wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyyah (hal. 316-317), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 8-9)]
Jalan menuju Surga yang diperuntukkan bagi para penuntut ilmu ini merupakan ganjaran dari Allah akibat usaha yang pernah ditempuhnya selama di dunia untuk mencari ilmu yang akan mengantarkannya kepada ridha Rabbnya. Sedangkan para Malaikat yang membentangkan sayap-sayapnya merupakan suatu bentuk kerendahan hati, penghormatan, dan pengagungan mereka kepada para penyandang dan para pencari martabat pewaris kenabian ini.
Sementara permohonan ampun yang dilakukan oleh para penghuni langit dan bumi untuk orang yang berilmu, disebabkan karena upaya mereka untuk mengajarkan hak-hak makhluk hidup yang telah diciptakan Allah ‘Azza wa Jalla. Dan upaya ini tidak mungkin terwujud kecuali dengan ilmu. [Lihat Bahjatun Nazhirin (II/469-470) danSyarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/301-302)]
Keenam, seorang yang memiliki ilmu dan mengajarkannya akan tetap mendapatkan pahala atas ilmu yang telah diajarkannya tersebut selama ilmu itu diamalkan, meskipun dia telah meninggal dunia. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَـانُ انْـقَـطَـعَ عَـمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، وَعِلْمٌ يُنْـتُفَـعُ بِهِ، وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُولَهُ .
Artinya: “Apabila seorang manusia meninggal dunia, amalannya terputus, kecuali tiga hal (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 1631), Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 38), Ahmad (II/372), Abu Dawud (no. 2880), An-Nasa’i (VI/251), Tirmidzi (no. 1376), Al-Baihaqi (VI/278), dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/103 ,no. 52), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Hadits ini adalah dalil terkuat tentang keutamaan dan kemuliaan ilmu juga besarnya buah dari ilmu yang dimiliki seseorang. Karena pahala ilmu yang telah diajarkan kepada orang lain, akan tetap diterima oleh pemiliknya selama ilmu tersebut diamalkan oleh orang lain. Meskipun dia telah meninggal dunia dan seluruh amalannya telah terputus, namun akibat ilmu yang diajarkannya kepada orang lain membuatnya seolah-olah tetap hidup dan amalnya tidak terputus. Hal ini selain menjadi kenangan dan sanjungan bagi pemilik ilmu tersebut, juga menjadi kehidupan kedua baginya, karena dia tetap merasakan pahala yang mengalir untuknya ketika semua pahala amal perbuatan telah terputus darinya. [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 242) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 46)]
KEUTAMAAN SEORANG ‘ALIM DIBANDING SEORANG ‘ABID
Seorang yang berilmu (‘alim) memiliki keutamaan yang lebih besar dari pada seorang ahli ibadah (‘abid). Dan keutamaan yang diperolehnya ini semata-mata karena ilmu yang dimilikinya. Sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَـضْلُ الْعِـلْمِ خَيْرٌ مِنْ فَـضْلِ الْعِـبَادَةِ، وَخَيْرُ دِيْنَكُمُ الْوَرَعُ .
Artinya: “Keutamaan ilmu adalah lebih baik dari pada keutamaan ibadah. Dan sebaik-baik agama kalian adalah ketakwaan.” [Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (no. 3972) dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (ta’liq hadits no. 96 sebagai syahid), dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu’anhu]
Salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang juga menjadi menantunya, yakni ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu pernah berkata, “Seorang ‘alim mendapat ganjaran pahala yang lebih besar dari pada orang yang melakukan puasa, shalat, dan berjihad di jalan Allah.” [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 133) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 38)]
Seorang yang berilmu tidak hanya menjalin hubungan antar dirinya dengan Rabbnya, melainkan dia juga menjalin hubungan dengan sesamanya melalui ilmunya, yakni dengan cara menyampaikan ilmu yang dimilikinya. Lain halnya dengan seorang ahli ibadah, yang dia mendirikan shalat, menjalankan puasa, dan semisalnya, hanya terjadi antar dirinya dengan Rabbnya. Akan tetapi, seorang yang berilmu dan menyampaikan ilmunya kepada orang lain, sesungguhnya dia tidak hanya membawa manfaat untuk dirinya sendiri, tetapi dia juga memberikan manfaat untuk orang lain.
***
Ilmu merupakan amal shalih yang paling utama dan mulia karena ilmu termasuk ke dalam jihad fi sabilillah. Karena sesungguhnya agama Allah tidak akan tegak dimuka bumi ini melainkan dengan dua hal, yaitupertama, dengan ilmu dan bayan (penjelasan), kedua, dengan pedang dan tombak (perang). Namun, para Rasul ‘alaihimush shalatu wa salam tidak pernah sekalipun menyerang suatu kaum yang durhaka kepada AllahTa’ala sebelum tegaknya hujjah (dalil) dan dakwah telah sampai kepada mereka terlebih dahulu.
Senada dengan hal itu, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah pernah berkata, “Jihad dengan hujjah dan lisan (keterangan) lebih didahulukan dari pada jihad dengan pedang dan tombak.” [Lihat Al-Kafiyah Asy-Syafiyah fil Intishari lil Firqatin Najiyyah (hal. 35) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 46 dan 331)]
Islam pun mendasari segala pelaksanaan syari’atnya atas dasar ilmu. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak akan mungkin dapat menjalankan syari’at yang menghimpun ikhlas dan ittiba’ (beramal sejalan dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) kecuali dengan ilmu. Karena tanpa ilmu, tidak ada amal yang akan diterima oleh Allah Ta’ala. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa ilmu menempati kedudukan yang amat mulia, agung dan utama. Dan sebaik-baik ilmu yang harus dipelajari dan dimiliki oleh manusia adalah ilmu syar’i.
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali hafizhahullah berkata, “Sebaik-baik ilmu adalah memberikan perhatian penuh terhadap Kitabullah (yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pendampingnya), membacanya dan membacakannya (kepada orang lain), belajar dan mengajarkannya, memahami dan merenungkan (kandungannya).” [Lihat Bahjatun Nazhirin (I/221) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (I/581)]
Semoga Allah menambahkan ilmu yang bermanfaat kepada kita semua dan menjauhkan kita dari ilmu yang tidak bermanfaat dan tercela.
وَقُـلْ رَّبِّ زِدْنِى عـلْـمًا ۝
Artinya: “Dan katakanlah, ‘Wahai Rabbku, tambahkanlah ilmu kepadaku.’” (Qs. Thaha: 14)
اللهُـمَّ انْفَـعْـنِيْ بِمَـا عَـلَّمْتَنِيْ، وَعَـلِّمْنِيْ مَا يَنْـفَعُـنِيْ، وَزِدْنِيْ عِـلْمًـا .
“Yaa Allah, berikanlah manfaat kepadaku dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat bagiku. Dan tambahkanlah ilmu kepadaku.”
والله تعالى أعلم
سبحانك اللهم وبحمدك أشهـد أن لا إله إلا أنت، استغـفـرك وأتوب إليك

***
Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits

Maraji’: muslimah.or.id
1. Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, tahqiq dan takhrij: Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali bin ‘Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, cetakan Majmu’atut Tuhaf An-Nafa’is Ad-Dauliyyah.
2. Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhish Shalihin Jilid 1, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, cetakan Daar Ibnul Jauzy, Riyadh.
3. Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf, Imam Al-Hafizh Zainuddin Ibnu Rajab Al-Hanbali, cetakan Darul ‘Ammar, Yordania.
4. Hukmus Sihri wal Kahanah wa Ma Yata’allaq Biha, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, cetakan Darul Qasim, Riyadh.
5. I’lamul Muwaqqi’in Jilid II, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, cetakan Daar Ibnul Jauzy, Riyadh.
6. Jami’ Bayan Al-‘Ilmi wa Fadhlihi Jilid I, Abu ‘Umar Yusuf bin ‘Abdil Barr, cetakan Daar Ibnul Jauzi, Riyadh.
7. Juz Thuruqi Hadits Thalabul ‘Ilmi Faridhatun ‘Ala Kulli Muslim, Imam Jalaluddin Abul Fadhl ‘Abdirrahman bin Kamaluddin Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiq As-Suyuthi, cetakan Darul ‘Ammar, Yordania.
8. Kitab Al-‘Ilmi, Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Daar Ats-Tsurayya, Riyadh.
9. Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cetakan Pustaka At-Taqwa, Bogor.
10. Shahih Al-Bukhari, Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari, cetakan Darus Salam, Riyadh.
11. Syarah Riyadhush Shalihin (Terjemah Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhish Shalihin) Jilid 2 dan Jilid 4, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, cetakan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta
12. Syarah Tsalatsatil Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Daar Ats-Tsurayya, Riyadh.
13. Syarah Ushul min ‘Ilmil Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Daar Ibnu Haitsam, Kairo.
14. Syarhus Sunnah Jilid 1, Imamul Hadits Al-Faqih Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi, cetakan Al-Maktab Al-Islamiy, Beirut.
15. Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim Jilid 4, Imam Al-Hafizh Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi, cetakan Daar Thayyibah, Riyadh.
16. Ushul Fiqih (Terjemah Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Media Hidayah, Yogyakarta


Kiat-kiat Menuntut Ilmu



بسم الله الرحمن الرحيم


Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam kepada Rasulullah , keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.

Manusia lebih mulia dari pada makhluk lain karena akal. Dengan akal, manusia dapat bepikir untuk merenungi kebesaran-kebesaran Allah. Dengan akal, manusia dapat mencari ilmu untuk bekal di dunia dan akhirat nanti. Karena segala sesuatu yang manusia lakukan haruslah dengan ilmu. Al’ilmu qablal qauli wal ‘amali (ilmu sebelum perkataan dan perbuatan).
Ada beberapa keutamaan menuntut ilmu, salah satunya yaitu Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ
Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Mungkin terbesit dalam benak kita, bagaimana cara seseorang mendapat ilmu?
Berikut ini adalah kiat-kiat mencari ilmu, agar ilmu yang di dapat diberkahi Allah
Seorang yang menuntut ilmu harus mengikhlaskan niat karena Allah.
Ilmu adalah landasan yang sangat penting. Hukum syari’at dibangun di atas ilmu. Ilmu tidak diberkahi Allah jika dalam menuntut ilmu tersebut tidak diniatkan untuk meraih ridha Allah. Barangsiapa yang menuntut ilmu tanpa mengharap wajah Allah maka dia terncam tidak akan masuk surga. Barangsiapa yang menuntut ilmu karena ingin derajatanya tinggi di hadapan manusia tanpa mengharap wajah Allah, maka terancam dicampakkan ke dalam neraka. Wal iyadzu billah
Hendaknya kita senantiasa bermujahadah (bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu dengan meluruskan niat, mengikhlaskan karena Allah. Apa batasan orang bisa dikatakan ikhlas dalam menuntut ilmu? Imam Ahmad menjelaskan bahwa batasan seseorang bisa dikatakan ikhlas dalam menuntut ilmu yaitu niat dalam dirinya untuk menghilangkan kejahilan yang ada pada dirinya. Setelah kejahilan/kebodohan hilang dari dirinya, dia berusaha menghilangkan kejahilan orang lain.
Insyaallah dengan niat seperti itu, Allah akan memberi taufiq untuk ikhlas dalam menuntut ilmu.
Seorang harus menjauhi kemaksiatan.
Ilmu adalah cahaya dan cahaya tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat. Karena maksiat adalah kegelapan, orang yang bermaksiat berarti memadamkan cahaya ilmu dalam dirinya. Kita bisa mengamil pelajaran dari kisah Imam Syafi’i yang sudah hafal al qur’an sebelum baligh, hafal ribuan hadits, ketika dia melihat anak laki-laki yang tampan dengan pandangan tidak biasa hafalannya ada yang hilang karenanya.
Barangasiapa yang ilmunya ingin diberkahi Allah maka jauhilah maksiat. Karena maksiat merupakan penghalang antara kita dengan Allah. Maksiat adalah penghalang antara kita dengan ilmu.
Imam As-Syafii menyampaikan nasihat kepada muridnya. “Akhi, kalian tidak akan pernah mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara ini, akan aku kabarkan kepadamu secara terperinci yaitu dzakaa-un (kecerdasan),hirsun (semangat), ijtihaadun (cita-cita yang tinggi), bulghatun (bekal), mulazamatul ustadzi (duduk dalam majelis bersama ustadz), tuuluzzamani (waktu yang panjang).”
Berikut keterangan masing-masing:
  • Dzakaa-un (keceerdasan). Ulama membagi kecerdasan menjadi dua yaitu: yang pertama, muhibatun minallah (kecerdasan yang diberikan oleh Allah). Seseorang meskipun dalam majelis tidak mencatat tetapi dia bisa mengingat dan menghafalnya dengan baik dan bisa menyampaikan kepada orang lain dengan baik. Jenis kecerdasan ini harus diasah agar dapat bermanfaat lebih banyak untuk dirinya dan orang lain. Yang kedua adalah kecerdasan yang didapat dengan usaha (muktasab) misalnya dengan cara mencatat, mengulang materi yang diajarkan, berdiskusi dll.
  • Hirsun yaitu perhatian dan semangat dengan apa yang disampaikan gurunya. Sekaligus berupaya mengulang pelajarannya.
  • Ijtihaadun. Ulama menafsirkan ijtihaadun adalah al himmatul ‘aliyah yaitu semangat atau cita-cita yang tinggi. Seseorang hendaknya memaksa diri untuk mencari ilmu dengan semangat mewujudkan cita-cita demi agamanya.
  • Bulghatun/dzat/bekal. Dalam menuntut ilmu tentu butuh bekal, tidak mungkin menuntut ilmu tanpa bekal. Contoh para imam, Imam Malik menjual salah satu kayu penopang atap rumahnya untuk menuntut ilmu. Imam Ahmad melakukan perjalanan jauh ke berbagai negara untuk mencari ilmu. Beliau janji kepada Imam Syafi’i untuk bertemu di Mesir akan tetapi beliau tidak bisa ke Mesir karena tidak ada bekal. Seseorang untuk mendapat ilmu harus berkorban waktu, harta bahkan terkadang nyawa.
  • Mulazamatul ustadzi. Seseorang harus duduk dalam majelis ilmu bersama ustadz. Tidak menjadikan buku sebagai satu-satunya guru. Dalam mempelajari sebuah buku kita mmbutuhkan bimbingan guru. Hendaknya menggabungkan antara bermajelis ilmu dengan guru, juga banyak membaca buku.
  • Tuuluz-zamani, dalam menuntut ilmu butuh waktu yang lama. Tidak mungkin didapatkan seorang da’i/ulama hanya karena daurah beberapa bulan saja.Al-Baihaqi berkata:”Ilmu tidak akan mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”Al Qadhi iyadh ditanya: sampai kapan seseorang harus menuntut ilmu? Beliau menjawab: ”Sampai ia meninggal dan ikut tertuang tempat tintanya ke liang kubur.”
***
Faidah kajian ustadz Abu Yasir @mushola teknogi fakultas Teknik UGM
Dan beberapa kutipan dalam buku Bekal bagi Penuntut Ilu karya ‘Abdullah bin Shalfiq adh Dhafiri
Penyusun: Khusnul Rofiana
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Maraji' : muslimah.or.id

Apa itu benci ?


Apa itu benci ?

                Bismillah..
Sebagian dari kita pasti pernah merasakan kebencian.. kadang kita justru bertanya “apa itu benci ya? Perasaan enggak ah” mungkin sebagian lagi ada yang bilang “gue benci sama dia.. huffft dia ngeselin banget orang nya pelit (apalah kata –kata negatif lain)”
naahhh.. itu lah yang aku rasain saat ini, terkadang ngerasa bencii sama seseorang, bencinya sih bukan sama orangnya tapi sama perilakunya dia.  Kesel aja gitu sama sifatnya dia yang kayaknya bikin sebel terus.. bete lah kalo deket-deket dia, tapi anehnya aku gk berani to the point ama orang itu, aku yaa Cuma bisa mendem aja dan gk berani bilang ke dia atau sekedar ngasih kritikan lah ke dia, takutnya dia tersinggung dan gaenak aja kalo ceplas ceplos gitu, entar kalo dia sakit hati gimana?, terus dia jadi galau mikirin kritikan pedes aku ke dia, terus dia tambah galau, diem mulu, gk mau ngobrol lagi sama aku, terus dia ngejauhin aku, dia frustasi, eeeeeh bunuh diri -_- *lah apaansih mulai tijel kan? Mulai lebay kan?* Ha ha ha abaikan.. .___.
Iyaaa.. gitu, kadang aku juga ngerasa gk pantes lah benci ama orang, kayak ngerasa diri udah paling bener  aja.. yang namanya manusia kan pasti ada sifat buruk dan jeleknya juga. Terus kalo hati kita udah ada perasaan benci, udah dapat dipastikan dan udah pasti banget ada yang gk beres ama hati kita, mungkin hati kita kotor kali yak? Gk pernah di bersiin, atau jangan-jangan hati kita udah ketutup lumut ? Astaghfirullah.. kalo udah ada sedikit aja benih-benih kebencian itu muncul, kayaknya harus langsung istighfar dan harus sering-sering istighfar deh, HARUS!  KUDU!  WAJIB!
Naahh.. gimana caranya ? yaa sebisa mungkin ngeliat orang tuh jangan dari sisi buruknya terus, dibalik sifat negatifnya pasti ada kok sifat baiknya dia.. “aahh.. dia mah kaga ada sifat baiknya, adanya mah sifat buruknya, bukan ada lagi tapi ebuse bejibun” ha ha yeilaah.. walaupun tuh sifat buruknya bejibun masa iya kaga ada sifat baiknya sama sekali ?gk mungkin.. pasti ada lah sifat baiknya keselip atau nyempil dimana gitu, cari dong sifat baiknya dia, pasti ada J
Terus, kalo udah nemu sifat baiknya, pasti hati kita luluh dan InsyaAllah rasa benci itu terhapus dengan sendirinya seiiring dengan berjalannya waktu, terus juga sering sering berdo’a dan minta sama Allah buat ngejaga hati kita dari rasa benci, iri, dengki dan lain-lain. Dan intinya kita harus slalu tanemin dalam hati “ apa hakku untuk membenci dia? Aku hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, sama seperti dia. Aku berpikir Allah aja nggak benci tuh sama hamba-hambaNya yang sering berbuat dosa, bahkan Allah memaafkan kesalahan hambaNya yang udah bejibun sekalipun, yang kaga bisa diitung saking buaaanyyaaaakkk nya, MasyaAllah.. kalau hambaNya bersungguh-sungguh ingin bertaubat dan gk ngulangin kesalahnnya lagi. Allah aja yang menciptakan segalaya sangat pemaaf lhoo, lah sedangkan aku? Emang siapa aku dimata Allah? Kecil gaada apa-apanya, masa aku yang gaada apa-apanya aja ngerasa paling bener dan gk mau maafin kesalahan saudara ku sendiri sesama muslim. Apakah aku ngerasa lebih baik dari orang yang aku benci? Bisa jadi orang yang aku benci itu ternyata jauuh lebih baik dari aku, nahh loh.. maluuuu -_-” nah coba deh ngomong kayak gitu dalem hati kalo kita punya rasa benci di hati dan susah buat maafin kesalahan orang. Kita ngerasa kalo orang itu jahat, nyebelin, belum tentu dimata Allah orang itu jahat atau nyebelin, belum tentu..
Penilaian Allah itu lebih berarti dibandingkan penilaian manusia.. Kawan.. belajarlah saling memafkan seberapa besar kesalahan saudara kita sendiri J
Yaapp.. Semoga bermanfaattt :D

Jalan Cinta


Jalan Cinta

Cinta...
Bagai mutiara Indah dibalik karang
Putih,bersih, dan suci diatas mahligainya
Menjadi satu isyarat tentang sebuah makna
Dalam keutuhan azzam yang membentang.
Cinta...
Cinta suci adalah segalanya
Cinta yang berharga dalam bilangan namaNya
Cinta yang tak sekedar kata-kata
Tak sebatas duniawi semata.
Yang kita inginkan adalah cinta yang halal..
Berapa banyak dari kita yang mengharapkannya
Begitu banyak dari kita yang mendambakannya
Tapi, jangan menghalalkan segala cara
Karena cinta mengajari kita untuk mengerti
Arti sebuah keikhlasan.
Milikilah cinta diatas jalan yanh haq
Cinta yang berpijak pada satu kekuatan yang utuh
Cinta bagaikan mutiara yang kian bercahaya
Jika mahar keimanan menjadi pondasinya
Karena cinta telah mengajarkan kita  tentang keindahan
Tentang kesempurnaan rasa di dalam dada
Hanya sejauh mana kita sanggup belajar menjadi sang pecinta sejati.
Biarlah semua indah pada waktunya
Tentang cinta yang halal
Tentang kedewasaan cintanya, cintaku dan cintamu di atas JalanNya
Yang berakhir dengan keberkahanNya
Hingga menggapai JannahNya.


n  Maraji’   : @tausiyahku, Tausiyah Cinta, Jakarta: Qultum Media, 2013. Hlm. 2-3

Tusiyah Cinta


Assalamu’alaykum Warrahmatullahi Wabarrakatuh..

                     Bismillah..

Bicara cintaaaa... *eaaa Siapa sih yang gk tau cinta, kalo ngomongin cinta pasti deh langsung pada cengar cengir sendiri ga jelas.. HA HA..apalagi yang akhwat ayodeh ngaku :p
Eiitsss.. ttapi tunggu dulu, cinta yang dimaksud disini bukan cinta kepada lawan jenis doang yaak, kebanyakan orang awam mikirnya kalo cinta itu sebatas lawan jenis aja, padahal cinta itu sendiri luaaaasss lhoo, gk Cuma ada di satu ruang tok.
Oke, kali ini aku mau bedah buku yang recomended banget, karena pasti diantara kaliaan ada beberapa yang belum baca buku ini kan?? Buku yang nama penulisnya di secret oleh pemilik account twitter @tausiyahku ini sangat bagus bangets isinya, sangatttt dianjurkan untuk kalian para pecinta sejati *eaakk..
Buku setebal 168 halaman ini mengisahkan All about loves lah, buanyyaak,, love, love and love.. pembahasannya pun ada dari sisi pihak akhwat dan ikhwannya juga lho.. keren deh.. dibuku ini dibahas tentang ‘JALAN CINTA’ yang didalamnya berisi -> apa sih cinta itu?, Jenis-jenis cinta itu apa aja yaak?, Kepada siapa kita melabuhkan  cinta?, Cinta itu tujuannya untuk apa sih?..
Nah.. kalo buat cinta pada lawan jenis pembahasanya ituu -> Saat aku jatuh cinta *aseek ; Perangkap Cinta .__. ? ; Saatnya merelakan *hiks hiks -,-  ; Catatan cinta seorang hamba ; Ujian Cinta ; Tafsir Cinta ; Dakwah juga cinta ; Ijtihad Cinta. Semua pembahasan itu masuk ke bagian ‘HIJRAH CINTA’.
Lanjut ke bagian ‘ENGKAU YANG SELALU TERJAGA’ nah.. disini dibahas semua tentang muslimah lho.. pembahasannya itu -> Cantikmu Beda *senyum-senyum sendiri -_- ; Aku perhiasan Dunia *yey Aamiin.. ; Jaga Cintamu! *ayoo jaga jarak jaga jarak.. ; Bergaul dengan lawan jenis ; Kekuatan Wanita *akukan strong J .. sebenernya masih ada lagi penbahasan yg lain tapi  gak semua aku bahas, karena menurut ku gk harus ditulis.
Lanjut lagi ke Bagian ‘TAMAN CINTA’ pembahasannya yaituu -> Cinta dalam diam ; Kiat mempersiapkan diri  ; diam adalah bukti cinta..
DAN LAIN LAIN.. buaanyyyaaak soalnya kalo ditulis semua hihi :D
Semoga bermanfaat yaak bagi kalian kalian yang mengalami problematika cinta.. oke keep calm.. dan Memantaskan diri lebih penting daripada ngegalau galu gajelas mele, duh ga aus galau mele.. hihi.. -__-“

Wassalamu’alaykum Warrahmatullahi Wabarrakatuh..

Tak Cukupkah Semua ?


Yaa.. Allah berapa banyak lagi air mata bersimpuh di pipi ?
Berapa banyak lagi luka-luka ?
Yang bisa membuka mata hati kami..
Bahwa mata, telinga, mulut, kaki kami,
Bahwa tangan kami lah yang membuat semua itu terjadi..       
Entah, berapa banyak lagikah pohon tumbang ?
Berapa banyak lagi kerusakan alam ?
Berapa banyak lagi kerusakan moral ?
Berapa banyak lagi kerusakan akidah ?
Berapa banyak legi bencana ?
Dan berapa banyak lagi derita menyapa kami ?
Dan kami menjadi saksi semua ? 

Akankah kami bangkit lalu tersadar ?
Tak cukupkah semua? Apa yang terjadi..
Membuka sang mata, membuka sang hati..
Dan lihatlah semua apa yang terjadi
Semua seakan tutup mata, semua tutup hati..
Tak cukupkah semua teguran-teguran dari Sang pencipta ?
Tak cukupkah semua itu membuat hati tersentak dan tersadar ?
Berapa lama lagi untuk hati..
Tersungkur di sudut ruangan di keheningan malam yang sunyi lagi sepi..
Berapa lama lagi untuk hati..
Bersimpuh diatas sajadah CintaNya dan kembali pada Illahi..
Berapa lama lagi untuk jiwa..
Tersadar untuk kembali padaNya..
Tak cukupkah semua ?
Teguran-teguran dariNya yang terlihat langsung didepan mata..
Akankah membuat hati tersentak dan merasakan takut yang teramat sangat ?
Takut yang teramat, seakan membuat hati terkoyak..
Tak adakah sedikit saja rasa penyesalan mengetuk pintu hati ?
Kita tak bisa lari dari semua kejadian ini..
Tak bisa lagi tutup mata..
Tak bisa lagi DIAM!
Tak bisa sembunyi dan tutup mata hati..
Tidakkah kita BERTINDAK ?
Sadarlah, sebelum semuanya terlambat..
Sadarlah.. sebelum semua semakin bertambah rusak..
Sadarlah... lalu.. BANGKIT! Dan buat PERUBAHAN !




Kado Istimewa untuk muslimah Perindu SurgaNya...


Bismillah..

Aku ingin memberimu sesuatu..
Sesuatu yang sederhana namun berarti untuk kita..
Iya, ini memang bukan sesuatu barang yang engkau sukai, bukan pula makanan lezat yang kau inginkan.. ini hanyalah sebuah kumpulan kata-kata biasa, dengan tulisan sederhana tanpa ada aksara sastra, kuharap kau menerimanya, kuharap kau tersenyum ketika membaca ini..

Wahai  para muslimah perindu JannahNya.. aku merasakan apa yang kalian rasakan, sakit yang teramat dalam ketika ingin terus bertahan berjalan di ranah ini..

Wahai para muslimah perindu SurgaNya.. tertatih berdiri kau diatas kebenaran yang nyata, bertahan kau membawa beban berat yang teramat sangat..

Wahai  para muslimah perindu FirdausNya.. yang membalut tubuh mu dengan pakaian takwa, dengan jilbab dan khimar suci yang mengurungmu dari penglihatan keji para laki-laki yang tak jelas keimanannya..

Wahai para muslimah perindu jannahNya.. yang menangis dalam hati ketika sinis lisan buruk mereka berkata, menghina pakaian yg kau kenakan, menghina pakaian surga..

Wahai para muslimah perindu surgaNya.. yang tersungkur disudut ruangan dengan menutup kedua mata, terduduk lesu kau diatas sajadah cintaNya. Tertunduk kau merenungi perbuatan mereka, mereka yang menyebut kau tak normal karena tak pacaran, mereka yang menyebut kau tak laku sebab tak pacaran, mereka yang menyebut kau tak pernah berdandan berlebih dan memakai wewangian, mereka yang menganggapmu aneh..

Wahai para muslimah perindu firdausnya.. tak perlu kau pedulikan sinis lisan buruk mereka berkata, tak perlu kau dengarkan cemoohan mereka, tutuplah kedua telingamu dari para pencela, lagipula memasukkannya dalam hati hanya akan buat sesak dadamu saja, balaslah dengan santun perbuatan, kesabaran dan ketabahan, tetaplah bersemangat mengejar SurgaNya.. teruslah istiqomah pada Agama Allah..

Wahai Para muslimah perindu surgaNya.. teruslah melangkah, berjalan lurus dijalanNya, tuntutlah terus agama Allah, kejarlah terus Ilmu Allah, memang sejatinya menjalankan syariat islam di akhir zaman bagai memegang bara, panas dari bara itu menggambarkan celotehan buruk mereka tentang mu, perkataan mereka yang menganggapmu aneh, yang menganggapmu fanatic terhadap agama Islam, yang menganggapmu buruk bahkan yang menganggapmu beraliran sesat!! Menjalankan syariatNya di anggap sesat?? Memang zaman yang aneh..

Wahai para muslimah perindu JannahNya.. peganglah terus bara itu, panas memang, namun teruslah menggenggamnya erat, semakin erat hingga panas dari bara itu terasa biasa dan menghilang dengan sendirinya.. semakin digenggam erat, bara itu akan hancur, musnah dan lenyap seketika dari tangan mu, ketika kau mampu melenyapkan bara itu, maka disaat itulah kau menang.

Wahai muslimah perindu firdausnya.. lakukanlah hal-hal yang bermanfaat, lakukanlah hal-hal yang memang seharusnya kau lakukan, maka suatu saat nanti kau juga yang kan tuai hasilnya, kau juga yang kan petik buahnya, yakinlah semua akan indah pada waktunya, yakinlah dan percayalah J So, be enjoyed with your life J Teruslah gapai Ridho dari Sang maha pencipta, sang maha besar, Maha esa, maha segalanya.. Allahu Akbar!


up